Skip to main content

NEW NORMAL Menurut Sosiolog UNTAN Pontianak


Sosiolog Universitas Tanjungpura Pontianak, Viza Julian menilai gembar-gembor soal ‘the new normal’ atau kebiasaan baru adalah bukti kegagalan berbagai negara mengatasi virus Covid-19. Sebelum masif digaungkan, Presiden Jokowi sempat menyebutnya dengan ‘berdamai dengan Corona’.

“Istilah ini sempurna karena sangat absurd, tidak jelas, bisa diartikan berbeda antara satu orang dengan orang lainnya,” katanya, Rabu (27/5/2020). Seperti ditulis pada situs insidepontianak.com.

Dalam ilmu sosiologi, istilah tersebut sejalan dengan pemikiran kontruksi sosial. Di mana sesuatu yang ‘normal’, tidak absolut atau mutlak. Normal, adalah apa yang dianggap biasa oleh masyarakat. Sehingga mudah mencari pembenarannya.

“Tapi intinya kita menyerah, tapi tidak mengakuinya, bahkan kita akan melakukan segala hal agar seakan kita menang,” katanya.

Hal itu menurut akademisi Fisip Untan ini, dapat dilihat dari diseminasi konsep ‘the new normal’ dan gagasan seakan Indonesia telah, atau akan segera menang melawan pandemi. Misalnya, bagaimana Pemerintah memilih hanya fokus mengabarkan angka kesembuhan, mengurangi penyebaran informasi yang terjangkit, dan membuat pandemi seperti terkendali. Terlebih hingga kini Indonesia belum mampu menurunkan kurva pandemi tersebut.

Untuk membuatnya seakan terkendali, sebenarnya pun cukup mudah. Caranya bisa dengan mengurangi jumlah tes pada populasi yang kemungkinan terpaparnya tinggi, membuat standar yang lebih tinggi untuk mengategorikan orang sebagai positif agar angka yang positif terlihat seakan sedikit, atau paling mudah dengan tidak melakukan tes.

“Kita coba saja lihat, beberapa hari ini, pejabat mulai menunjukkan berbagai data dan kebijakan seakan pandemi ini segera selesai, meski secara logis tidak mungkin,” jelasnya. Viza Julian mencontoh, Presiden mulai melihat kesiapan pertokoan dan mal untuk dibuka kembali. Para gubernur pun mulai membuat pernyataan yang menenangkan.

“Kita bisa lihat contohnya dari nada postingan (Facebook) Gubernur Kalimantan Barat pada 26 Mei 2020 yang jauh berbeda dari sebelumnya, misalnya. Sebelumnya, nuansa postingannya cenderung ‘mewaspadai’, cenderung ‘ketakutan’ dengan pandemi ini. Sedangkan pada tanggal tersebut, beliau terlihat optimis hanya karena lima orang sembuh. Padahal yang kita tidak tahu, pada hari yang sama, entah berapa puluh yang terinfeksi,” jelasnya.

Dia pun mengajak semua bersiap, kemungkinan seluruh kegiatan akan kembali normal usai tiga bulan dibatasi. Namun Viza mengingatkan agar tetap hati-hati, bukan berarti keadaan sudah aman. Protokol kesehatan mesti jadi acuan.

“Hanya karena kita tidak melihat sesuatu, bukan berarti hal tersebut tidak ada,” katanya.

Untuk itu, merujuk frasa ‘survival of the fittest‘ dalam teori evolusi Darwin, katanya, yang paling mampu beradaptasilah yang akan bertahan. Adaptasi itu bisa dalam berbagai aspek, mulai dari kemampuan bertahan, melawan, atau bahkan memanfaatkan.

“Secara umum dalam konteks Covid-19 ini, ada dua kelompok yang kesempatan bertahannya lebih tinggi dibandingkan yang lainnya, yaitu yang kuat dan yang pintar,” katanya.

Kelompok yang kuat, bisa berarti kuat secara fisik menghadapi virus, atau kuat secara ekonomi untuk mengakses fasilitas kesehatan terbaik. Atau bisa juga kuat untuk membuatnya tidak mudah terpapar.

Sedangkan kelompok yang pintar, bisa berarti semua tergantung kepintaran individu. “Pintar-pintar sendiri deh gimana caranya supaya tidak sakit, sementara tunggu banyak orang lain sakit dan tercipta herd immunity atau semoga vaksin segera ditemukan,” tutupnya.

Lihat sumber tulisan asli di insidepontianak.com

Mau beli alat musik tradisional Kalimantan?
hubungi: 0898 8566 886 - 0811 5686 886.
Mau Lihat alat musiknya? klik link berikut
LIHAT ALAT MUSIK DAYAK atau LIHAT ALAT MUSIK MELAYU